Sejarah Wakaf
Wakaf merupakan salah satu instrumen filantropi Islam yang memiliki akar sejarah panjang dan terus berevolusi hingga masa kini. Artikel ini menguraikan perkembangan wakaf mulai dari praktik serupa pada peradaban pra-Islam (Mesir Kuno, Mesopotamia, Yahudi, dan Romawi-Byzantium), pengaturan normatifnya pada masa Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasyidin, pelembagaannya pada masa klasik Islam (Umayyah hingga Utsmaniyah), hingga transformasinya di era modern dan kontemporer. Dengan pendekatan historis-kronologis dan analisis sumber primer serta sekunder, artikel ini menunjukkan bahwa wakaf bukan hanya produk hukum Islam, melainkan juga hasil akulturasi budaya yang berkelanjutan.
1. Praktik Serupa Wakaf pada Peradaban Pra-Islam
Konsep menyisihkan harta untuk tujuan sosial-keagamaan yang abadi bukanlah penemuan Islam. Beberapa peradaban kuno telah mengenal institusi serupa:
- Mesir Kuno (sejak Kerajaan Lama, ±2700 SM): “Pious foundations” atau endowments untuk kuil dan pemakaman firaun.
- Mesopotamia (Babilonia dan Asyur): “Ukurti” dan “naru” — tanah yang diwakafkan untuk dewa-dewi dengan syarat tidak boleh dijual.
- Tradisi Yahudi (Mishna dan Talmud): “Hekdesh” — harta yang dikhususkan untuk Bait Suci atau amal, tidak boleh dialihkan.
- Romawi-Byzantium: “Piae causae” — tanah dan bangunan yang diwakafkan untuk gereja, rumah sakit, dan panti asuhan (Codex Justinianus, abad ke-6 M).
Praktik-praktik ini menjadi “latar belakang budaya” yang ditemui umat Islam awal di Hijaz, Syam, Irak, dan Mesir.
2. Wakaf pada Masa Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasyidin (610–661 M)
Wakaf dalam pengertian syariah yang baku pertama kali muncul pada masa Nabi SAW:
- Wakaf Mukhariq bin Nadla (w. 3 H/624 M): Seorang Yahudi yang masuk Islam mewakafkan tujuh kebun kurma di Madinah untuk Nabi.
- Wakaf Umar bin Khattab (15 H/636 M): Tanah Khaibar yang sangat subur diwakafkan dengan sabda Nabi: “Pokoknya ditahan, manfaatnya disedekahkan” (HR. Bukhari-Muslim). Inilah dokumen wakaf tertua yang teksnya masih terjaga.
- Wakaf sumur Ruma (Utsman bin Affan), kebun kurma (Abu Bakar, Ali, dll.).
Pada masa ini belum ada badan pengelola khusus; Nabi atau khalifah sendiri yang menjadi nazhir (pengelola).
3. Pelembagaan Wakaf pada Masa Umayyah dan Abbasiyah (661–1258 M)
- Masa Umayyah (661–750 M): Mulai muncul wakaf keluarga (ahli) untuk mencegah pemecahan waris dan menyaingi sistem feodal Byzantium-Sasani.
- Masa Abbasiyah: Wakaf mencapai puncak kejayaan institusional.
- Didirikan ribath, madrasah, rumah sakit (bimaristan), dan rab’ (pondokan mahasiswa) dengan dana wakaf.
- Contoh terkenal: Wakaf Zubaydah (istri Harun ar-Rasyid) berupa jalan, sumur, dan tempat istirahat dari Baghdad ke Makkah.
- Sistem nazhir profesional dan qadhi al-awqaf mulai muncul (pertama kali di Mesir pada masa Salahuddin al-Ayyubi, 1171 M).
4. Wakaf pada Masa Empat Mazhab Fiqh
- Mazhab Hanafi: Paling longgar, memperbolehkan wakaf movables (benda bergerak) dan wakaf sementara (meski minoritas).
- Mazhab Maliki: Ketat, mensyaratkan wakaf harus abadi dan hanya boleh benda tidak bergerak.
- Mazhab Syafi’i: Menengah, memperbolehkan wakaf benda bergerak jika “adat” mengenalnya.
- Mazhab Hanbali: Mengikuti pendapat Ibn Taimiyah yang sangat longgar, bahkan memperbolehkan wakaf uang (cash waqf) sejak abad ke-8 H/14 M.
5. Cash Waqf (Wakaf Tunai) dan Inovasi Keuangan Islam
Muncul pertama kali di Mesir masa Mamluk (abad ke-14 M) dan menjadi sangat populer di Kesultanan Utsmaniyah abad ke-16–19 M. Uang diwakafkan, kemudian dipinjamkan secara mudharabah atau bunga nol persen, dan keuntungannya untuk tujuan sosial. Fatwa resmi Kerajaan Utsmaniyah tahun 1548 M (Syeikhul Islam Ebussuud Efendi) melegitimasi praktik ini.
6. Wakaf di Era Kolonial dan Negara-Bangsa (Abad 19–20 M)
- Banyak tanah wakaf diambil alih pemerintah kolonial (Belanda: cultuurstelsel, Inggris: waste land rules, Perancis: habous legislation di Aljazair).
- Muncul badan negara pengelola wakaf: Mesir (Muhammad Ali, 1812), Turki (Evkaf Nezareti, 1826), Indonesia (1946: Pembuat Undang-Undang Wakaf oleh K.H. Wahid Hasyim).
- Reformasi besar-besaran pasca-kemerdekaan: nasionalisasi wakaf (Mesir 1952, Tunisia 1957), atau pengambilalihan oleh kementerian agama (Indonesia, Malaysia).
7. Wakaf Kontemporer (Abad 21)
- Muncul konsep “waqf shares”, sukuk wakaf, waqf-based microfinance, dan corporate waqf (Malaysia: Johawaki, Waqaf An-Nur).
- Badan dunia: Islamic Development Bank (IsDB) dan World Waqf Foundation.
- Di Indonesia: UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, BWI (Badan Wakaf Indonesia), dan maraknya wakaf produktif (wakaf sawah, mall, saham, uang).
Kesimpulan
Wakaf bukanlah institusi yang statis. Ia lahir dari perpaduan antara nilai tauhid dan keadilan sosial Islam dengan praktik filantropi peradaban kuno, kemudian terus beradaptasi dengan konteks sosial-ekonomi setiap zaman. Dari kebun kurma Umar bin Khattab hingga sukuk wakaf dan blockchain waqf masa kini, wakaf tetap relevan sebagai instrumen pemberdayaan umat yang berkelanjutan.
Daftar Pustaka
1. Al-Sarakhsi. (tt). Al-Mabsuth. Beirut: Dar al-Ma’rifah.
2. Çizakça, Murat. (2000). A History of Philanthropic Foundations: The Islamic World From the Seventh Century to the Present. Istanbul: Boğaziçi University Press.
3. Hennigan, Peter C. (2004). The Birth of a Legal Institution: The Formation of the Waqf in Third-Century A.H. Hanafi Legal Discourse. Leiden: Brill.
4. Ibn Qudamah. (tt). Al-Mughni. Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub.
5. Mahamood, Siti Mashito. (2006). Waqf in Malaysia: Legal and Administrative Perspectives. Kuala Lumpur: UM Press.
6. Mandaville, Jon E. (1979). “Usurious Piety: The Cash Waqf Controversy in the Ottoman Empire”. IJMES 10(3).

Posting Komentar